DKPP RI: Penyatuan UU Kepemiluan dapat tingkatkan kualitas demokrasi
Jumat,sydney 2019 sampai 2020 martabetoto 27 September 2024 12:11 WIB
Karena ketika regulasi terus berubah-ubah pada saat tahapan, itu akan memengaruhi kualitas demokrasi kita.
Kabupaten Bogor, Jabar (ANTARA) - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI menyebut wacana penyatuan Undang-Undang Kepemiluan, yakni UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, dapat meningkatkan kualitas demokrasi.
"Harapan saya, tidak ada lagi peraturan-peraturan kepemiluan yang muncul di saat-saat tahapan yang ternyata membuat kegaduhan-kegaduhan publik secara luar biasa, seperti yang terakhir kita saksikan bersama yang berkaitan dengan Undang-Undang Pilkada," kata Ketua DKPP RI Heddy Lugito saat dikonfirmasi di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat.
Menurut Heddy, regulasi kepemiluan yang tetap dan tidak berubah dibutuhkan agar kualitas demokrasi yang baik tidak sebatas sukses penyelenggaraan saja, tetapi turut meningkatkan kualitas demokrasi.
"Itu sebenarnya yang jadi perhatian kami. Kami berharap tahun ini pada pemerintahan yang akan datang akan muncul regulasi kepemiluan kita yang ajek sehingga tidak mudah diubah pada saat tahapan," ujarnya.
Ia melanjutkan, "Karena ketika regulasi terus berubah-ubah pada saat tahapan, itu akan memengaruhi kualitas demokrasi kita."
Baca juga: Pemohon uji materi UU nilai penting ada kotak kosong setiap pilkada Baca juga: Warga Kendal uji materi ketentuan cuti kepala daerah dalam UU Pilkada
Selain itu, dia mengatakan bahwa peningkatan kualitas demokrasi menjadi perhatian pihaknya karena berdasarkan laporan Indeks Demokrasi 2023 oleh Economist Intelligence Unit, Indonesia menempati peringkat ke-56 atau turun dua posisi dari laporan 2022, yakni 54. Padahal, Indonesia menjadi negara demokrasi terbesar ketiga di dunia.
"Artinya apa? Pemilu kita belum dilaksanakan sesuai dengan harapan semua pihak, termasuk harapan seluruh pemimpin bangsa ini. Masih banyak kritik ke sana kemari dalam hal pelaksanaan, dan itu adalah kewajiban kita bersama untuk melakukan perbaikan," katanya.
Ia menjelaskan bahwa perbaikan regulasi juga perluk dengan mempertimbangkan jumlah perkara pelanggaran etik pada Pemilu 2024 yang ditangani pihaknya per 25 September pukul 20.15 WIB.
"Selama setahun ini saja, belum setahun, baru 9 bulan, sudah mencapai 514 pengaduan perkara etik, dan yang sudah disidangkan sampai 314," ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung merekomendasikan agar Rancangan UU Pemilu untuk dibahas di awal 2025 oleh anggota DPR RI periode 2024—2029.
Menurut dia, revisi tentang aturan pemilu sebaiknya dengan jarak waktu yang jauh dengan agenda pemilu.
"Merevisi undang-undang yang terkait dengan politik, jangan dekat-dekat dengan agenda politik," kata Doli di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (26/9).